ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LITHOTRIPSI
2.1 DEFINISI
Lithotripsi adalah suatu metode bedah untuk mengangkat batu dari saluran perkemihan yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih.
2.2 PATOFISIOLOGI
Obstruksi perkemihan dapat terjadi disemua sistem perkemihan baik dari ginjal sampai uretra yang dapat menyebabkan tekanan yang dapat menyebabkan kerusakan fungsional dan anatomi pada jaringan parenkim ginjal. Bila salah satu bagian dari kandung kemih tersumbat , urin akan terkumpul dibelakang sumbatan yang dapat menimbulkan pelebaran pada struktur. Otot-otot pada daerah aferen berkontraksi untuk mendorong urin dari tempat yang tersumbat. Pada sumbatan yang sebagian dapat menimbulkan dilatasi yang lamban pada struktur didepan penyumbatan tanpa gangguan fungsional. Tapi bila obstruksi meningkat mengakibatkan juga meningkatnya peningkatan tekanan pada sistem tubulus dibelakang penyumbatan menimbulkan aliran membalik dari urin sampai pelvis renalis dan menimbulkan pelebaran (hydroneprosis). Tekanan yang meningkat pada pelvis renalis berdampak kerusakan pada jaringan ginjal dan menimbulkan kegagalan ginjal.
Obstruksi aliran kemih pada saat terjadinya penurunan mencapai titik stagnasi merupakan media baik untuk kultur pertumbuhan bakteri sehingga berpotensi terjadinya infeksi
Resiko yang sering tejadi apabila obstruksi mengenai pada saluran kemih bagian bawah dapat berakibat distensi vesica urinaria dan bila berlangsung lama dapat berakibat serabut-serabut otot menjadi hipertropi dan divercula (hernia dari kantong-kantong mukosa kandung kemih) dan akibat divertuculum menahan urin sering menyebabkan infeksi dan obstruksi yang terjadi pada saluran kemih bagian atas adalah timbulnya hidronefrosis karena ukuran ureter yang kecil dan juga ukuran pelvis renalis sehingga peningkatan tekanan menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks renalis dan medula terjadi pelebaran tubulus yang berdampak rusaknya tubulus.
Salah satu obstruksi yang paling sering terjadi adalah akibat obstruksi oleh batu pada saluran perkemihan yang dapat mengenai ginjal, ureter dan kandung kemih. Dan kasus terjadinya batu masih idiopatik sering predisposisi akibat intake kalsium oksalat dan fosfat, asam urin, cystine yang terlalu banyak.
Proses terbentuknya batu diakibatkan oleh kristalisasi dari mineral dari matriks seputar pus, darah, jaringan yang tidak vital dan tiga perempat batu dalah terdiri dari bahan kalsium, fosfat dan asam urin dan systine serta peran peningkatan kosentrasi dari larutan urin disebabkan intake cairan rendah dan bahan-bahan organik akibat infeksi seperti peningkatan amonium dan magnesium fosfat.
Obstruksi Perkemihan
Dilatasi sekitar obstruksi
Pengaliran kebelakang urin
Dilatasi pelvis Ginjal
Tekanan statis urine
Struktur ginjal
Dilatasi tubulus tekanan infeksi kalkuli
Ginjal arteri renal
Ischemia
Kerusakan tubular
2.3 LOKASI DAN SEBAB-SEBAB OBSTRUKSI SALURAN KEMIH
LOKASI SEBAB-SEBAB UTAMA
Ginjal Calculi
Ptosis
Penyakit polisistik
Obstruksi ureter Calculi
Trauma
Neprotopsis (ginjal terapung atau ginjal yang turun)
Pembesaran kelenjar limfe
Limposarkoma
Penyakit hodkin
Saluran kemih bawah Neoplasma pada kandung kemih
Striktur urethra
Trauma
Inflamasi kronis
Kalkuli
Tumor
Prostat hipertropi benigna (benigna prostat hipertropi/BPH)
2.4 TANDA DAN GEJALA
o Dsyuria sampai nokturia
o Timbulnya infeksi
o Timbul rasa nyeri pinggir badan dan dapat juga timbul rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk (kolik)
o Mual dan muntah
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
o X-Ray
o Hasil laboratorium
o IVP
o USG
2.6 PENATALAKSANAAN MEDIK
o Konservatif : intake hidrasi 2500 ml/hari atau lebih banyak asal tidak kontradiksi.
o Operatif : dengan dilakukan lithotripsi
2.7 RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
o Mengatasi kecemasan
o Mengatasi nyeri
o Mencegah komplikasi sepeprti perdarahan, output urin,
o Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan meliputi :
1. Metode dalam mencegah infeksi saluran kemih dengan cara minum sekurang-kurangnya 2500 ml tiap hari
2. Mencegah kondisi yang dapat menimbulkan statis urin bila mungkin (seperti terlalu lama tidak ada kegiatan.
3. Melaksanakan hygiene yang bak
4. diet melalui pantangan.
5. lapor bila ada tanda-tanda adanya batu.
NO DX. KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ketidakakraban dengan lingkungan, ancaman kematian, perubahan pada status kesehatan, prosedur pra operasi & prosedur pasca operasi. • Sediakan waktu kunjungan oleh personel kamar operasi sebelum pembedahan jika memungkinkan, untuk mendiskusikan hal-hal yang perlu diketahui klien sebelum pembedahan.
• Informasikan pada klien/ keluarga tentang peran advokat perawat intraoperasi
• Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan prosedur pembedahan.
• Beritahu klien kemungkinan dilakukannya anestesi lokal atau spinal dimana rasa pusing atau mengantuk mungkin saja terjadi.
• Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang operasi.
• Kontrol stimuli eksternal.
KOLABORASI:
• Rujuk pada rohaniawan, spesialis klinis perawat psikiatri, konseling psikiatri jika diperlukan.
• Diskusikan penundaan pembedahan dengan dokter, anestesiologis, klien dan keluarga sesuai kebutuhan.
• Berikan obat sesuai petunjuk, seperti zat-zat sedatif, hipnotis; tranquilizer IV. • Dapat meredakan keresahan klien dan menyediakan informasi untuk perawatan intra operasi formulatif.
• Dapat mengembangkan rasa percaya/ hubungan, menurunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing.
• Rasa takut yang berlebihan/terus menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan.
• Dapat mengurangi ansietas /rasa takut.
• Menciptakan hubungan dan kenyamanan psikologis.
• Suara gaduh & keri-butan akan meningkatkan ansietas.
• Konseling profesional mungkin dibutuhkan klien untuk mengatasi rasa takut.
• Mungkin diperlukan jika rasa takut yang berlebihan tidak berkurang.
• Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan koping.
2. Gangguan rasa nyaman:
Nyeri behubungan de-ngan akibat tindakan litrotripsi INDEPENDEN:
• Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (0-10).
• Mempertahankan immobilisasi (back slab).
• Berikan sokongan (support) pada area yang luka.
• Menjelaskan seluruh prosedur di atas.
KOLABORASI:
• Pemberian obat-obatan analgesik.
• Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
• Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
• Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri.
• Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
• Mengurangi rasa nyeri.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
INDEPENDEN:
• Kaji keadaan tanda-tanda infeksi) : edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
• Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik.
• Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah trauma.
KOLABORASI:
• Pemeriksaan darah : leukosit.
Pemberian obat-obatan :
• antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus).
• Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
• Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
• Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
• Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
• Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi .
• Untuk mencegah kelanjutan terjadi-nya infeksi dan pen-cegahan tetanus.
• Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan pencegahan peningkatan infeksi.
4. Gangguan aktivitas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi. INDEPENDEN:
• Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
• Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
• Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
• Membantu pasien dalam perawatan diri
• Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
• Memberikan diit tinggi protein, vitamin, dan mineral.
KOLABORASI :
Konsul dengan bagian fisio-terapi.
• Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
• Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan, mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengu-rangi isolasi sosial.
• Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur/atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
• Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh
• Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
• Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi pe-nurunan BB.
• Untuk menentukan program latihan.
6. Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengobatan berhubungan dengan kesa-lahan dalam penafsiran, tidak familier dengan sumber informasi INDEPENDEN:
• Menjelaskan tentang kelainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
• Memberikan dukungan cara - cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang di anjurkan oleh bagian fisioterapi.
• Memilah-milah aktifitas yg bisa mandiri dan yang harus dibantu.
• Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti tim rehabilitasi, perawat keluarga (home care).
• Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
• Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentukan pilihan..
• Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses penyembuhan sehingga keterlambatan penyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
• Mengorganisasikan kegiatan yang diperlukan dan siapa yang perlu menolongnya (apakah fisioterapist, perawat atau ke luarga).
• Membantu memfasilitasi perawatan mandiri, memberi support untuk mandiri.
• Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Diagnostik Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doengoes, Marilyn E, et all. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Donna. 1995. Medical Surgical Nursing; 2nd edition. WB Saunders.
Long, C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Vol. 3. IAPK Pajajaran. Bandung.
Padoli. 2000. Diktat Kuliah PSIK Angkatan I TA. 1999/2000. Surabaya.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. St. Louis. Cv. Mosby Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar