Senin, 17 Januari 2011

Intervensi Klien Syok Perdarahan

INTERVENSI KLIEN DENGAN SYOK PERDARAHAN


Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Perfusi organ secara langsung berhubungan dengan MAP yang ditentukan oleh volume darah, curah jantung dan ukuran vaskuler.

MAP menurun (5 – 10 mmHg )
Aortic arc. dan Carotid sinus ( Baroreseptor )
Otak
( Perfusi dan oksigenasi organ vital )
Metabolisme anaerobic
Asam laktat meningkat
dan zat metabolic lain

Kerusakan jaringan
Depresi miocardial
(Guyton, 1986)
A. Stadium Kompensasi.
- MAP menurun 10 – 15 mmHg
- Mekanisme kimia dan ginjal diaktifkan
- Pelepasan rennin, ADH, aldosteron, katekolamin mengakibatkan GFR menurun dan urine output menurun, reabsorbsi Na meningkat – vasokonstriksi sistemik
- Hipotensi jaringan organ non vital dan ginjal
B. Stadium intermediate.
- MAP menurun lebih dari 20 mmHg
- Kompensasi tak begitu lama untuk menyuplay oksigen
- Hipoksia organ vital, organ lain mengalami anoxia, iskemik yang selanjutnya menyebabkan sel – sel jaringan rusak dan mati dan ini mengancam jiwa
- Koreksi dalam 1 jam (golden hour)

C. Irreversible Stage.
- Anoxia jaringan dan kematian sel meningkat
- Sel tersisa metabolisme anaerob
- Terapi tidak efektif

ETIOLOGI
1. Hipovolemik shock
- perdarahan
- kehilangan volume cairan
- perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
2. Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia, kelainan katup, degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.
3. Vasogenic shock
Penurunan tonus simpatic, vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler
neurogenic, atau kimia (anaphylactic), nyeri berat, stress psikologis, kerusakan neurologis, obat kolinergik, agent alpha adrenergic blocker.
4. Septic shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli, Klebseilla pneomoni, Staphylococcus, Streptococcus).
Predisiposisi : malnutrisi, luka besar terbuka, iskemia saluran pencernaan (GI), imunosupresi.
Interaksi host – toxin merangsang aktivitas komplemen systemic – perubahan organ mikrosirkulaisi, permiabilitas kapiler meningkat, injury sel, peningkatan metabolisme sel

Tanda – tanda shock secara umum :
1. Keadaan umum lemah.
2. Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
3. Takikardi
4. Vena perifer tidak tampak
5. Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50 mmHg dari tekanan semula.
6. Hiperventilasi.
7. Sianosis perifer.
8. Gelisah, kesadaran menurun
9. Produksi urine menurun

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Fluid volume deficit related to blood loss.
2. Decrease cardiac output related to decrease venous return
3. Altered thought process related to decrease cerebral perfusion.

PERENCANAAN
1. Fluid volume deficit :
a. Terapi intravena (sesuai jenis shock) :
Kristaloid (untuk mengembalikan cairan elektrolit) : RL, ringer Acetat, Normosal
b. Kolloid (untuk mengembalikan volume plasma dan mengembalikan tekanan osmotic) : WB, PRC, plasma (plasmanat, dekstran, dll).

2. Decrease Cardiac Output
Tujuan intervensi :
a. Meningkatkan cairan vaskuler.
b. Mendukung mekanisme kompensasi klien.
c. Mencegah komplikasi iskemia.
Therapi obat :
a. Meningkatkan venous return.
b. Memperbaiki kontraksi miokard.
c. Menjamin perfusi miokard yang adekuat :
- Vasoconstrictor agent : Dopamin, Epinephrine, NE, Vasopressin
- Agen yang meningkatkan kontraksi mokard : Dobutamin, Epinephrine, Iso proterenol.
- Agen yang menambah perfusi miokard : Nitrogilserin, Nitropruside, Isosorbid dinitrat
Therapi Oksigen.

SHOCK PERDARAHAN DAN THERAPI HEMODILUSI

Transportasi oksigen dilakukan dengan 3 (tiga) mekanisme (Preszma 1987, Abram, 1993)
a. Sistem pernapasan.
b. Sistem sirkulasi.
c. Sistem Oksihemoglobin (O2Hb) dalam eritrosit dan transport ke sel jaringan.

1. Sistem Pernapasan.
Pada perdarahan dan shock terjadi hipoxia stagnant : gangguan hipoxia anemic. Kadar oksigen dalam darah arterial (CaO2 ) mnurut rumus Nunn – Freeman adalah :

CaO2 = (Hb X saturasi O2 X 1,34) + (PO2 X 0,003)
dengan harga normal akan didapat :
= (15 X 100% X 1,34) + (100 X 0,003)
= 20,1 + 0,3 = 20,4 ml/100 ml darah
penggunaan klinik unsure (PO2 X 0,0003) diabaikan karena relatif kecil.


2. Sistem Sirkulasi.
Pada EBV yang beredar 65 – 75 ml/Kg
Perdarahan 5 – 15 ml/Kg (20%) terjadi kompensasi : Tachicardi, kekuatan kontraksi miocard, vasokonstriksi di arterial dan vena. Vasokonstriksi berupaya mempertahankan tekanan perfusi untuk otak dan jantung sehingga jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR
Hubungan antara CO, frekwensi denyut dan stroke Volume (SV)

CO = F x SV

SV dipengaruhi oleh EOV – C – SVR.
Available O2 = CO x CaO2

Dalam keadaan normal (Hb. 15 g/dl, SaO2 = 100 %, CO = 5 Liter
Oksigen tersedia = 50 x 15 x 1 x 1,34 = 1005 ml/mnt
Perdarahan ( Cardiac Ouput = 3 Liter)
Oksigen tersedia = 30 x 15 x 1 x 1,34 = 600 ml/mnt
Hemodilusi = 50 x 10 x 1,34 = 670 ml/mnt
Compensasi = 75 x 10 x 1,34 = 1005 ml/mnt
Kompensasi hanya mungkin dalam keadaan normovolemia

Tanda dan gejala :

Perfusi Hangat pucat Dingin Basah
EBL 15 % 30 % 40 %
Nadi 80 100 > 120 > 140
T. Sistol 120 100
Hilang 600 1200 2100
Infuse 1 – 2 L 2 – 4 L 4-6 L

Askep Intoksikasi Insektisida

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA (IFO)


A. Pengertian
Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam pertanian adalah :
1. insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)
2. insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap di paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.
Macam – macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain – lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon.

B. Patogenesis
IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetilkolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh- KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi ikatan IFO – KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan AKh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan AKh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan IFO –KhE bersifat menetap (irreversible), sedangkan pada keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible). Secara farmakologis efek AKh dapat dibagi dalan 3 bagian, yaitu :
1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung.
2. Nikotinik, terutama pada otot – otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang – kejang (konvulsi) sampai koma.

C. Gambaran klinik
Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat dan saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas.
Keracunan ringan : anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah, kelopak mata, pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah – muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi – point, reaksi cahaya negatif, sesak napas, sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade jantung, akhirnya meninggal.

D. Pemeriksaan .
1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagosis keracunan IFO akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal).
Keracunan akut : ringan : 40 – 70 %
sedang : 20 – 40 %
berat :
Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.


2. Patologi Anatomi (PA)
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ lain.

E. Penatalaksanaan
1. Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap lendir dalam saluran napas, hindari obat – obat depresan saluran napas, kalau perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
2. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal.
Kumbah lambung (KL atau gastric lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun, atau pada mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan KL sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.
3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan.
a. Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala – gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris, dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

B. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang bisa timbul adalah tidak efektifnya pola napas, resiko tinggi kekurangan cairan tubuh, gangguan kesadaran, tidak efektifnya koping indicidu.

C. Intervensi
Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi : air way, breathing dan circulation, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan dengan cara kumbah lambung, emesis atau katartasis dan keramas rambut.
Berikan antidotum sesuai pesanan dokter minimal 2 X 24 jam yaitu Atropin sulfat (SA).
Perawatan suportif meliputi pertahankan agar pasien tidak sampai demam atau mengigil, monitor perubahan – perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat, distress pernapasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda – tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian. Monitor tanda vital setiap 15 menit untuk beberapa jam dan laporkam perrubahannya segera kepada dokter. Catat tanda – tanda seperti muntah, mual dan nyeri abdomen serta monitor semua muntah akan adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan.
Jika pernapasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bias diperlukan.
Jika keracunan sebagai suatu usaha untuk membunuh diri maka lakukan safety precautions. Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatris klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian, reaksi depresi, psikosis, neurosis, mental retardasi dan lain – lain.
SUMBER :
1. Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo, (1994), “Pedoman Diagnosis dan Terapi”, Surabaya

2. Phipps, etc. (1991), ”Medical Surgical Nursing ; Cencept and Clinical Practice”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.

3. Departemen Kesehatan RI, (2000), “Resusistasi Jantung – Paru – Otak ; Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support)”, Jakarta.

4. Emerton, D.M., (1989), “Principles and Practice of Nursing”, University of Queensland Press, Australia

Askep Peritonitis

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

PENGERTIAN
Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa.

ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
Appendisitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukan disentri amuba / colitis
Tukak pada tumor
Salpingitis
Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus  dan  hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar.
Operasi yang tidak steril
Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
GEJALA DAN TANDA
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
Nausea
Vomiting
Penurunan peristaltik.

PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

TEST DIAGNOSTIK
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

PROGNOSIS
Mortalitas tetap tinggi antara 10 % - 40 %.
Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam.
Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.

LAPARATOMI

Pengertian
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut.
Ada 4 cara, yaitu;
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah  4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.

Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding)
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen

Komplikasi
1. Ventilasi paru tidak adekuat
2. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

Latihan-latihan fisik
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.

POST LAPARATOMI
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

Komplikasi post laparatomi;
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

Proses penyembuhan luka
Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3. Pencegahan infeksi.
Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
Mempertahankan konsep diri.
Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.
Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;
1. Respiratory
Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
2. Sirkulasi
Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
3. Persarafan : Tingkat kesadaran.
4. Balutan
Apakah ada tube, drainage ?
Apakah ada tanda-tanda infeksi?
Bagaimana penyembuhan luka ?
5. Peralatan
Monitor yang terpasang.
Cairan infus atau transfusi.
6. Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.
2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.

Tindakan keperawatan post operasi:
1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.
4. Perawatan luka operasi secara steril.

Evaluasi
1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
Suhu tubuh normal
Nadi normal
Perut tidak kembung
Peristaltik usus normal
Flatus positif
Bowel movement positif
2. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
3. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
4. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.
5. Luka operasi baik.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.

Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.


Askep Oedema Paru

ASUHAN KEPERAWATAN OEDEMA PARU

Adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru..

Etiologi
Secara umum penyebab oedema paru adalah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan atau peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Faktor penyebab Oedema paru meliputi gangguan sistemik. Penyakit/gangguan yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler paru meliputi :
1. Gangguan Faal Paru
- Kerusakan pembuluh darah paru
- Edema paru neurogenik
- Oedema paru akibat peningkatan tekanan udara (barotrauma) misalnya di ketinggian.

2. Gangguan Jantung (Kardiogenik)
- Gagal jantung Kanan
- Gagal Jantung Congestif
- Kerusakan katup jantung (stenosis mitral)
Sedangkan gangguan yang dapat mengakibatkan peningkatan permeabiltas kapiler paru antara lain :
1. Insufisiensi paru pasca trauma
2. Aspirasi cairan lambung
3. Sepsis
4. Pneumonia
5. Overdosis heroin
6. Luka bakar inhalasi (thermal atau kimiawi)
7. Toksisitas oksigen
8. Tenggelam/hampir tenggelam
9. Emboli lemak
10. Uremia
11. Pancreatitis
12. Dan lain-lain

Keseluruhan faktor diatas dapat meimbulkan Oedema paru melalui mekanisme :

Gagal Jantung kanan/Kongestif Gangguan ginjal
Trauma luas
Terapi cairan overload Aspirasi cairan lambung
Sepsis
Pneumonia


Aliran balik darah paru terhambat Rudapaksa
Pemakaian heroin
Tempat tinggi
Luka bakar inhalasi
Oksigen konsentrasi >>
Emboli lemak
Uremia


Peningkatan tekanan intrakapiler pulmonal

Sindrom kongesti vena
Efek Neurogenik
Pancreatitis
Tenggelam


Permeabilitas kapiler >>



Perembesan cairan intravaskuler  Interstisiel
Peningkatan tek. Kapiler > Tek. Interstisiel


Timbunan pada alveoli
OEDEMA PARU

Distensi intrapulmonal >>
Pecahnya pembuluh darah Peningkatan kerusakan jaringan paru
Gangguan Pertukaran Gas Bersihan Jalan nafas tak efektif
Devisit Vol Cairan Nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan Aktivitas Resiko tinggi Injuri
Bantuan Pernafasan :
Pemasangan Ventilator
Kerusakan pertukaran gas b.d pengesetan ventilator tak tepat Gangguan komunikasi verbal b.d penempatan selang endotrakeal Ansietas b.d rasa takut akan kematian, lingkungan kritis, tindakan pemasangan ventilator
Nyeri b.d letak selang endotrakeal Resiko tinggi perubahan perfusi b.d ventilasi tekanan positif, Hipotensi Resiko tinggi terhadap infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas :
Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda

Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

Pengkajian
1. Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan

6. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,

7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare


Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal


Rencana Keperawatan


Diagnosa Keperawatan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya
Kriteria : Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru
Rencana Tindakan Rasional
- Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam
- Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar





- Monitor humidivier dan suhu ventilator
- Monitor status hidrasi klien
- Monitor ventilator tekanan dinamis


- Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi untuk
- Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
- Beri bronkodilator
- Ubah posisi, lakukan postural drainage Monitoring produksi sekret
Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan
Oksigen lembab merngasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC
Mencegah sekresi kental
Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas
Memfasilitasi pembuangan sekret

Memfasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama
Memfasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama




Diagnosa Keperawatan :
Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat
Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal
Kriteria : Gas Darah Arteri dalam keadaan normal
Rencana Tindakan Rasional
- Periksa AGD 10-30 menit setelah pengesetan ventilator atau setelah adanya perubahan ventilator
- Monitor AGD atau oksimetri selama periode penyapihan
- Kaji apakah posisi tertentu menimbulkan ketidaknyamanan pernafasan
- Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea

AGD diperiksa sebagai evaluasi status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi O2 & CO2 darah
Periode penyapihan rawan terhadap perubahan status oksigenasi
Dalam berbagai kondisi, ketidak-nyamanan dapat mempengaruhi klinis penderita
Hipoksia dan hiperkapnea ditandai adanya gelisah dan penurunan kesadaran, asidosis, hiperventilasi, diaporesis dan keluhan sesak meningkat



Diagnosa Keperawatan :
Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal
Tujuan : Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama pemasangan selang endotrakeal
Kriteria : Klin dan perawat menentukan dan menggunakan metodayang tepat untuk berkomunikasi, tidak terjadi hambatan komunikasi berarti, menggunakan metode yang tepat
Rencana Tindakan Rasional
- Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan dan alat yang berhubungan dengan klien
- Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk momunikasi
- Ajukan pertanyaan tertutup
- Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali bila endotrakela dilepas Mengurangi kebingungan klien dan meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit antara klien dan perawat
Sebagai media komunikasi antara klien dan perawat
Menghindari komunikasi tidak efektif
Mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat kehilangan suara



Diagnosa Keperawatan :
Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria : tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial
Rencana Tindakan Rasional
- Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum tiap kali penghisapan


- Tampung spesimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
- Pertahankan teknis steril selama penghisapan lendir
- Ganti selang ventilator tiap 24 – 72 jam
- Lakukan oral higiene
- Palpasi sinus dan lihat membrana mukosa selama demam yang tidak diketahui sebabnya
- Monitor tanda vital terhadap tanda infeksi
Infeksi traktus respiratorius dapat mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, warna berubah lebih gelap
Memastikan adanya kuman dalam sputum/jalan nafas
Mengurangi resiko infeksi nosokomial

Mengurangai resiko infeksi nosokomial

Mengurangi resiko infeksi nosokomial
Perubahan membrana mukosa dan adanya sinusitis mungkin menjadi indikasi adanya infeksi pernafasan
Infeksi dapat dilihat dari tanda umum/khusus organ

Askep Sirosis Hepatis; Hematemesis Melena

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS + HEMATEMESIS MELENA

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS

1. KONSEP PENYAKIT
a. Pengertian
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis.
b. Penyebab
Beberapa penyebab dari sirosis hepatic yang sering adalah:
1) Post nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
2) Proses autoimmune:
a) Cronic active hepatitis.
b) Biliary cirhosis
3) Alkoholisme
c. Patofisiologi
Hepatitis virus Alkoholisme

Nekrosis parenkhim hati


Pembentukan jaringan ikat



Kegagalan parenkhim hati Hipertensi portal Asites Ensefalopati


Mual-mual Varises esophagus Penekanan diafragma Kesadaran 
Nafsu makan 
Kelemahan otot Tekanan meningkat Ruang paru menyempit
Cepat lelah Kerusakan
pembuluh darah pecah Sesak nafas komunikasi
Perub. Nutrisi
Intolerans aktifitas Hematemisis / Melena Ggn Pola nafas
Resiko tinggi cedera
Kerusakan mobilitas fisik Ggn Perfusi jaringan
Defisit perawatan diri Ggn keseimbangan cairan dan elektrolit

d. Gambaran Klinis
1) Mual-mual, nafsu makan menurun
2) Cepat lelah
3) Kelemahan otot
4) Penurunan berat badan
5) Air kencing berwarna gelap
6) Kadang-kadang hati teraba keras
7) Ikterus, spider naevi, erytema palmaris
8) Asites
9) Hematemesis, melena
10) Ensefalopati
e. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.
2) Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
3) Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
4) Test faal hati.
f. Prognosis Yang Jelek
1) Adanya ikterus yang jelek.
2) Pengobatan sudah satu bulan tanpa perbaikan.
3) Asites.
4) Hati yang mengecil.
5) Ada komplikasi yang neurologist.
6) Ensefalopati.
7) Perdarahan.
g. Pengobatan
1) Istirahat yang cukup.
2) Makanan tinggi kalori dan protein.
3) Vitamin yang cukup.
4) Pengobatan terhadap penyulit.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Data Fokus
1) Data Subyektif
a) Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.
b) Mengeluh cepat lelah.
c) Mengeluh sesak nafas
2) Data Obyektif
a) Penurunan berat badan
b) Ikterus.
c) Spider naevi.
d) Anemia.Air kencing berwarna gelap.
e) Kadang-kadang hati teraba keras.
f) Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.
g) Hematemesis dan melena.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada serosis hepatis adalah:
1) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
2) Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.
3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d hipertensi portal.
4) Gangguan perfusi jaringan b/d hematemesis dan melena.
5) Cemas b/d hematemesis dan melena.
6) Gangguan pola nafas b/d ekspansi paru menurun
7) Kerusakan komunikasi verbal b/d gangguan persarafan bicara.
8) Resiko tinggi cedera b/d gerakan yang tidak terkontrol.
9) Kerusakan mobilitas fisik b/d efek kekakuan otot.
10) Defisit perawatan diri b/d keadaan koma.

c. Rencana Tindakan
1) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Rencana tindakan:
Intervensi Rasional
1. Diskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering.

3. Batasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
4. Pertahankan kebersihan mulut.


5. Batasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.
6. pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan. Nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan.
Peningkatan tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran GI dan menurunkan kapasitasnya.
Cairan dapat menurunkan nafsu makan dan masukan.
Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
Kerusakan aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.
Untuk mencukupi nutrisi intake harus adekuat.
2) Intolerans aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.
Tujuan: Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
Rencana tindakan:
Intervensi Rasional
1. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.
2. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi duduk di tempat tidur, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
3. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi). Stabilitas fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.

Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur C. Guyton and John E. Hal (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC, Jakarta.
2. Marylin E. Doengoes (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
3. Carpenito, Lynda Juall (2001), Diagnosa Keperawatan Edisi 8, EGC, Jakarta.
4. Soeparman (1987), Ilmu Penyakit Dalam I, FKUI, Jakarta.
5. Stefan Silbernagl, Florian Lang (2000), Pathophysiology, Thieme, Struttgart New York.
6. Sarjadi (1999), Patologi Umum dan Sistemik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
7. Aji Dharma (1991), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KUMPULAN 705 ASUHAN KEPERAWATAN DAN
BONUS 303 MATERI, 78 LEAFLET + 100 EBOOK KEPERAWATAN
( JUMLAH SEMUANYA ADA 1186 FILE )
Hanya dengan Rp. 55.000,-
Anda akan mendapatkan 705 Asuhan Keperawatan dan Bonus 303 Materi Keperawatan dll,
dan semuanya sudah dalam bentuk Microsoft Word Dokumen.
Untuk download ribuan file keperawatan, silahkan klik link download dibawah ini:



DAFTAR ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ( KMB )
( 136 File Dokumen Microsoft Word )

1.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Abses
2.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Amputasi
3.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Anemia
4.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Angina Pektoris
5.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Aritmia Jantung
6.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Askariasis (Cacing)
7.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma
8.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma2
9.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma Bronchiale
10.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Atresia Ani
11.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Basalioma Nasolabial Sinistra
12.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Batu Saluran Kemih (Kalkuli)
13.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Bedah Space Occupying Lesson (Tumor Otak)
14.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
15.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Benigna Prostat Hipertropi2 (BPH)
16.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Bladder Neoplasma
17.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CA Buli-buli
18.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CA Laring
19.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CA Mamae (Kanker Payudara)
20.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CA Rectum (Kanker Rektum)
21.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CAD Post Operasi CABG
22.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cholilithiasis (Batu Empedu)
23.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala Berat dan Subarachnoid
24.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala Berat dan Sub Dural Hematoma
25.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala Ringan
26.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala Sedang
27.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala
28.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Otak Berat
29.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cirosis Hepatis
30.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Combustio (Luka Bakar)
31.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Comotio Cerebri (Gegar Otak)
32.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Congestive Heart Disease
33.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Decompensasi Cordis
34.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Dengue Haemoraghic Fever (DHF)
35.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus
36.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus2
37.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus (DM)
38.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus (NIDDM)
39.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Eksotropia
40.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Elektrikardiografi (EKG)
41.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Endokarditis
42.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Erythema Multiformis
43.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Febris Thypoid
44.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fibroadenoma Mamae (Tumor Jinak)
45.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fistel Umbilikalis
46.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Cervikalis (Cidera Tulang Belakang)
47.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Cruris
48.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Femur
49.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Humerus
50.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Os. Alviolaris Maxilla Sinistra
51.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Os. Mandibularis
52.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur
53.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Muskuluskeletal
54.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Endokrin (Morbus Basedow)
55.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gasrtoenteritis (GE)
56.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gigantisme (Tumbuh Raksasa)
57.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Glomerulonefritis Akut
58.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hemangioma
59.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hemofilia
60.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hemoroid
61.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hepatitis
62.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hepatoma
63.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hernia
64.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hernia2
65.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hernia Nukleus Pulposus
66.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
67.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hernia Nukleus Pulposus2 (HNP)
68.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hernia Scrotalis
69.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Herpes
70.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipersensitifitas (Alergi)
71.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi
72.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV-AIDS
73.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Illeostomi
74.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Infark Miokard Akut (AMI)
75.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Infeksi Pada Mata
76.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Jantung Rematik
77.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Jantung Rematik2
78.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kandidiasis
79.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kanker Tyroid (CA Tyroid)
80.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Katarak
81.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kolostomi (Colostomy)
82.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kusta
83.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Laparatomi
84.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Leptospirosis
85.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah)
86.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar (Combustio GR II 45%)
87.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar
88.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Multipel Fraktur
89.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Nefrotik Syndrom (NS) dan Satpel
90.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Nyeri Dada (Chest Pain)
91.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Osteomielitis
92.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Osteoporosis
93.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Otitis Media Akut dan Kronik
94.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
95.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Parkinson
96.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Peningkatan Tekanan Inra Kranial (TIK)
97.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perdarahan Saluran Cerna
98.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Phemfigus (Kulit)
99.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Phemfigus Vulgaris (Kulit)
100.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post ORIF Femur dan Tibia
101.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post ORIF
102.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Paratyroidektomi (Hipoparatyroidisme)
103.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Presbiakusis
104.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Psoriasis (Kulit)
105.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Serebrovaskuler
106.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sindrom Cushing (Cushing Syndrome)
107.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sindrom Steven - Johnson (Steven-Johnson Syndrome)
108.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sinusitis Maksilaris
109.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sistemic Lupus Erythematosus (SLE)
110.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Skin Graft (Cangkok Kulit)
111.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Spondilitis Tuberculosa
112.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Non Haemoraghic
113.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tetanus
114.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Thypus Abdominalis
115.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tonsilektomi
116.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tonsilitis Akut (Tonsilektomi)
117.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tonsilitis kronik
118.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Abdomen
119.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Bladder
120.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Dada
121.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Kornea (Ulkus Kornea)
122.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Mata
123.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Mekanik Mata
124.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Tembus Pada Mata
125.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Thorax
126.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tuberculosis
127.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tuberculosis2
128.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tumor (Neoplasma)
129.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tumor Medula Spinalis
130.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tumor Otak (Tumor Intrakranial)
131.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tumor Paru (Karsinoma Bronkogenik)
132.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Urolithiasis
133.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Varicela
134.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Varicela2
135.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Varises Truncal dan Retikularis (Vena Varikosa)
136.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan VEntrikel Septum Defek (Jantung)
Photobucket